Senin, 08 Desember 2008

sejenak mengenal GKI ambarawa

GEREJA KRISTEN INDONESIA
AMBARAWA

JALAN DR CIPTO 20 AMBARAWA




PRAKATA

Kepada Tuhan Yesus yang selalu menyatakan kasih-Nya di sepanjang perjalanan pelayanan kita dan bagi jemaat-Nya terkasih. Empat puluh taun adalah waktu yang cukup lama untuk mengingat kembali sejarah pelayanan GKI Ambarawa. sejarah perjalanan pelayanan Gereja bahi kita bukanlah semata-mata rentetan kenyataan tanpa arti. Sejarah pelayanan GKI Ambarawa dengan misi: membawa orang kepada Tuhan yesus untuk menyembah Allah, menjadi Anggota Jemaat, menjadi dewasa dalam Kristus, melayani Tuhan dam memberitakan Kristus kepada masyarakat, merupakan suatu perjuangan yang pasti mengalami suka dan duka. Namun semua itu merupakan pengalaman perjalanan rohani yang tidak ternilai harganya utuk dijadikan bekal dalam mewujudkan misi tersebut, sehingga pelayanan GKI Ambarawa diterbitikan, agar generasi yang lebih mudah iman gambar apa yang Gereja dan para Hamba Tuhan telah lakukan selama ini.

Buku ini bukan hanya sekedar kisah sejarah yang diperlengkapi dengan data,tetapi juga berisi artikel dari para Hamba Tuhan yang pernah melayani sebagai Pendeta, Pendeta Konsulen dan Penginjil dengan masa pelayanan lebih dari satu tahun. Semuanya mengacu pada satu tema besar, bertumbuh dalam karunia dan sub tema Menabur Benih Karunia. Besar harapan buku ini mampu memberikan gambaran semangat jemaat GBI Ambarawa dalam melayani Tuhan dari masa ke masa.

Rangkaian kenangan dan harapan yang tercetus dari wawancara dengan para mantan penatua dan diaken, penatua yang saat ini masih melayani, serta suara orang-orang yang selama ini berada di”dibalik layar”, hadir sebagai harapan evaluasi bagi pelayanan Gereja selanjutnya. Anak-anak sekolah minggu dan Remaja bercerita tentang gereja dengan gambar. Di samping itu, cetusan hati diungkap oleh beberapa Anggota jemaat menghiasi buku ini.




SEJARAH GKI AMBARAWA


Tunas jemaat GKI Ambarawa mulai bersemi ketika pekabaran injil di kota Ambarawa dilakukan oleh Salatiga Zending Jerman, yang mengutus orang pekabar injil yaitu Z immer Bautel(1984) dan Zendeling Barth (1897). Kemudian tahun 1935, di adakan perkumpulan orang-orang Kristen di rumah keluarga Ny. Kwee Kiem Tjiang, yang dipimpin oleh Bp. Liem Giok Sing.

Selanjutnya pada tahun 1936, Suster schiedeskamp dari Salatiga Zending datang ke Ambarawa, menyelenggarakan kursus-kursus kewanitaan di kalangan warga Tionghoa sekaligus mengabarkan injil Kepada murid-muridnya. Disamping itu Salatiga Zending juga membuka Holland Chinnese Scholl met de Bijbel.

Tetapi rupanya orang Tionghoa di Ambarawa saat itu masih memiliki pandangan yang negative terhadap Gereja. Mereka masih berorientasi ke negeri leluhur (Tionkok) Untuk mengatasi masalah ini, Suster Schiedeskamp mengadakan persekutuan rumah tangga bukan di gedung Gereja. Mula-mula diikuti oleh kaum wanita Tionghoa, baru pada tahun 1937 ada lima orang yang di baptis.

Pendeta Dzao Sze Kuang dari Tiongkok pada tahun 1938 berkunjung ke Ambarawa, mengadakan pekabaran Injil dan membawa banyak warga Tionghoa bertobat, sehingga pengunjung kebaktian makin bertambah. Debaktian dalam bahasa Indonesia, setiap Minggu sore pada masa itu dilayani oleh Bp. Liem Giok Sing dari Zendeling Mittelstadt Salatiga, dibantu oleh dua orang guru Holland Chineese School met de Bijbel, yaitu Bp. Oei Ping Hoo dan Bp. Tjan Tong Hoo.

Menjelang kependudukan Jepang sampai tahun 1942, jemaat Ambarawa digembalakan oleh Bp. Tjoa Tjin Taow, Guru Injil dari Salatiga. Keinginan untuk menjadi jemaat yang mandiri, timbul pada tahun 1943, oleh karena itu dibentuklah panitia yang terdiri atas:

Ketua : Drs. Tan Ik Hay

Penulis : Bp. Ang Liem Tjhiang

Bendahara : Bp. Oei Pinh Hoo

Anggota : Bp. Jo Tiok Eng.

Sedangkan yang melayani Jemaat Ambarawa pada masa itu ialah Bp. Tan Kiem Liongm kurang lebih selama satu tahun karena kemudian beliau menjadi Pendeta di Semarang.

Akibat peperangan yang melanda Ambarawa pada waktu itu, menyebabkan jemaat dapat diadakan kembali bertempat di Gedung Gereja Kristen Jawa. Gemaat GKI Ambarawa kemudian dilayani oleh: Pdt. Liem Siok Hie dari THKTKH Semarang(1948s/d1950),Bp. Oh Tjie Hap dari GKI Salatiga(1950s/d1952), Pdt. Tan Ik Hay dari GKI Salatiga(1952s/d1959), Bp. Liem Thiam Ling dari GKI Purwodadi (1959s/ 18-5-1964), Ds. Go Eng Tjoe dari GKI Salatiga(1959s/d1965). Kerinduan untuk menjadi Jemaat Dewasa semakin besar. Maka, pada tanggal 3 januari 1965, Jemaat Ambarawa memanggil Guru Injil Bp. Liem Djiet Go dari GKI Coyudan, solo. Akhirnya kerinduan jemaat Ambarawa dijawab oleh Tuhan, pada hari Rabu tanggal 25 Agustus 1965. Jemaat GKI Ambarawa didewasakan. Dan sementara itu GKI Ambarawa dilayani oleh Pendeta konsulen, yaitu: Pdt. Go Eng Tjoe (Paulus Sudirgo) Masa Pelayanan: 25 Agustus s/d awal Desember 1965. Pdt. Ie Hok Kwan Masa Pelayanan: awal Desember 1965 s/d 14juni 1966. Setelah melalui proses sesuai persyaratan yang berlaku padatanggal 14 juni 1966, Bp. Liem Djiet Go(Daud Adiprasetya) ditahbiskan dalam jabatan Pendeta, yang merupakan Pendeta pertama GKI Ambarawa, Kebaktian Pentahbisan diselenggarakan di Gedung SD Kristen, Dan sejak itu Kebaktian Minggu yang semula menggunakan Gedung Gereja di Kupang, pindah ke SD Kristen sampai tanggal 25 Desember 1970.

Kerinduan untuk melaksanakan Kebaktian di gedung Gereja sangat terasa, oleh karena itu pada bulan April 1966 Jemaat Ambarawa mulai membangun gedung Gereja. Meskipun agak tersendat-sendat, namun akhirnya pada tanggal 25 Desember 1970 atas berkat Tuhan pembangunan gedung SMP untuk melengkapi gedung SD yang sudah ada. Pelayanan Pdt. Daud Adiprasetya di Jemaat Ambarawa berakhir pada bulan September 1968, karena menerima panggilan Jemaat GKI Madiun. Sementara itu Jemaat GKI Ambarawa kilayani oleh: Miss Angela E. Hope (OMF)….s/d Maret 1966, Sdri. Yiningsih dari SPWK Magelang 1 november 1968 s/d Februari 1971. Kemudian Bp. Kwee Tjao Kok, S. Th dari STT Duta wacana Yogyakarta, yang sejak tanggal 21 november 1968 dipanggil Jemaat Ambarawa. sementara GKI Ambarawa belum memiliki Pendeta maka Gereja ini dilayani oleh Pendeta Konsulen yaitu: Pdt. Budhiadi Henoch masa pelayanan: 9September 1968 s/d 1974, Pdt. Paulus Widihandoyo Masa pelayanan: Agustus 1974 s/d 15 juni 1977, Pdt. Paulus Sardjono Masa Pelayanan : 21 juli s/d 25 agustus 1977.

Setelah melalui proses, sesuai persyaratan yang berlaku, bersamaan dengan HUT Pendewasaan GKI Ambarawa ke XII, pada tanggal 25 Agustus 1977 Tt. Kwee Tjao Kok, S. Th ditahbiskan dalam jabatan Pendeta dan merupakan Pendeta GKI Ambarawa yang Kedua. Sesuai dengan tuntutan kebutuhan Jemaat, Kebaktian Minggu yang semula hanya diadakan satu kali pk. 16.00 WIB ditambah menjadi dua kali, pagi pk. 06.30 dan sore pk16.00. khusus Kebaktian Sore kemudian diubah menjadi pk.16.30. Pdt. Kwee Tjao Kok, S. Th mengakhiri masa pelayanan di GKI Ambarawa. pada tanggal 17 February 1993 karena memasuki masa Emeritus. Setelah itu, GKI Ambarawa kembali mengalami kekosongan Pendeta sehingga membutuhkan pelayanan Konsulen Yaitu: Pdt. Silas Dwijomaladyo dan Pdt. Yohanes Darmawan masa pelayanan: juli 1977 s/d 1999. Sdri. Dina Sukaryati, S. Th dari STT Abdiel Ungaran melakukan tugas Praktek Pelayanan selama enam bulan dimulai dari bulan February 1994. Setelah masa Praktek Pelayanan selesai dilanjutkan dengan pelayanan system kontrak yang telah beberapa kali diperbaharui hingga berakhir pada tanggal 1 desember 1998. Sejak tanggal 15 February 1996 Bp. Budimoeljono Reksosoesilo, S. Th dari SAAT Malang melakukan praktek pelayanan, yang kemudian diteruskan dalam masa pelayanan, orientasi dan pemanggilan. Setelah lulus aplikasi Terhitung mulai tanggal 9 Agustus 1998 diteguhkan sebagai Penatua. Pada tanggal 3 november 1999 Pndt. Budimoeljono Reksosoesilo. S. Th setelah melalui proses sesuai dengan persyaratan yang berlaku, ditahbiskan sebagai Pendeta Jemaat GKI Ambarawa yang ketiga hingga saat ini.

Sdr. Heriyanto, S. Th dari STT Bandung terhitung sejak tanggal 1 juni 2000 s/d 31 mei 2001 melakukan Praktek Pelayanan satu tahun. Seiring dengan kebutuhan Jemaat akan peningkatan pelayanan baik kuantitas maupun kualitas, Majelis Jemaat merasa perlu untuk menambah seorang Pendeta yang nantinya dapat melayani Bersama Pdt. Budimoeljono Reksosoesilo.

Sepertinya ladang pelayanan yang disediakan Tuhan yang bersangkutan bukan di Ambarawa, karena setelah melewati Proses Pemanggilan, pada Tahap Pemilihan dan Tahap Perkenalan, harus terhenti dalam tes memasuki Tahap Aplikasi sehingga Pelayanannya berakhir pada tanggal 31 maret 2003.

Setelah itu dicalonkan beberapa nama sebagai Calon pendeta Kedua, tetapi ternyata usaha ini pun gagal. Dengan pengalaman ini, kita dapat melihat maksud Tuhan bahwa sebelum tiba saatnya GKI Ambarawa memiliki Pendeta Kedua. Bersyukur Gereja memiliki beberapa Anggota Jemaat yang berlatar belakang pendidikan Theologia, sehingga dapat membantu pelayanan Pdt. Budimoeljono Reksosoesilo selanjutnya.


Pdt. Em. Daud Adiprasetya(mulai pelayanan 14 juni1966 s/d September 1968)

Bagaimana kencenderungan gereja yang masih muda? Tentu saja seperti anak decil yang minta diperhatikan dan dilayani. Maka berlakulah pola “kereta-kusir-kuda.” Anggota Jemaat adalah para penumpang yang banyak mengusul, Majelis Jemaat seperti kusir yang menampung aspirasi Anggota Jemaat,lalu mencambuk pendeta yang harus bekerja keras seperti kuda. Keadaan itu diperparah dengan aturan “penggajian” Pendeta yang belum ditentukan oleh. Sinode. Setiap Majelis Jemaat masih diberi kebebasan dalam memberikan jaminan hidup kepada pendeta atau Pengerjanya. Syukur bahwa kini segalanya sudah berubah melalui proses yang panjang. Pola “Kereta-kusir-kuda” sudah banyak ditinggalkan, diganti pola “tim kerja,” “kesebelasan sepakbola” dan lainnya yang lebih memadai.

Istilah “gereja dewasa” rasanya lebih cocok ketimbang “Gereja tua.” Di sini saya mau menekankan adanya proses yang bergulir terus di dalam kehidupan Jemaat Tuhan mana pun, termasuk tentunya GKI Ambarawa. 40 tahun bergereja mengingatkan angka 40 di alkitab.

Kita lihat selama 40hari:

  1. Perahu Nuh di permukaan air bah;

  2. Yunus menghadapi pertobatan penduduk Niniwe;

  3. Musa menghadap Tuhan di Gunung Sinai untuk menerima sepuluh hukum Tuhan;

  4. Elia melarikan diri dari Ratu Izebel

  5. Tuhan Yesus berpuasa di padang gurun sebelum dicobai iblis;

  6. Dari kebangkitan sampai naiknya Yesus Kristus ke surga.


Selama 40 tahun:

  1. Musa belajar sabar di Median;

  2. Bangsa Israel mengembara di padang gurun.


GKI Ambarawa sebagai jemaat milik Tuhan, dalam kurun waktu yang cukup panjangm sudah melakukan dan mengalami empat hal yaitu persiapan,pergumulan, pengharapan, dan ujian. Banyak persiapan yang disadari yang disadari atau tidak sebelum menjadi sebuah Jemaat yang dewasa. Banyak pergumulan dalam berbagai rapat atau pemikiran pribadi sebelum mengambil keputusan-keputasan penting. Banyak pengharapan muncul di tengah pasang-surut serta perjuangan untuk selalu eksis. Banyak ujian yang dibiarkan Tuhan menghantam Jemaat terkasih-Nya supaya semakin percaya diri dan kuat.

Oleh: Pdt. Em Kwee Tjao Kok (masa pelayanan 25 agustus 1977 s/d februari 1993)

  1. SUASANA JEMAAT

Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi.

Saya lulus dan diwisuda sebagai lulusan pertama Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana, Yogyakarta pada tanggal 13 November 1968. Walaupun telah dilengkapi ilmu Theologia, tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja. Segala sesuatu harus mulai dari awal lagi. Saya diteguhkan de dalam jabatan tua-tua pada tanggal 29 desember 1968 dan diserahi tanggung jawab sebagai ketua Majelis Jemaat. Lalu apa yang saya lakukan? Selama setahun lamanya (1969),selalu melakukan tugas-tugas rutin, saya berusaha “berburu dokumen” dengan membaca arsip surat masuk dan keluar, warta gereja, notulen rapat serta melakukan “survey” dengan mengunjungi semua Anggota Jemaat. Dari apa yang dilakukan saya menemukan bahwa:

  • Suasana Jemaat yang pada umumnya “keruh”, sebab lebih percaya pada kabar burung atau gossip ketimbang berusaha mencari tahu kejadian yang sesungguhnya. Mudah sekali diadu domba.

  • Dalam suasana seperti itu mudah sekali timbul salah paham, prasangka, kurang percaya catu terhadap yang lain, marah, perselisihan,dendam yang tersembunyi serta sukar mengampuni.

  • Apalagi ditambah dengan “tidak dapat menguasai lidah” yang menimbulkan takabur dan fitnah yang menyebabkan ketersinggungan,sehingga banyak yang undur dari iman dan persekutuan, dari keaktifan dan pelayanan.

  • Yang kuat berkuasa dan menguasai semua orang dan semua bidang, sedangkan yang lemah hidup dalam ketakutan, kebimbangan dan ketidakpastian. Rupanya situasi seperti ii sudah berlangsung lama sehingga para pendahulu menjulukinya sebagai “jemaat wadas”(bagi sebagian Jemaat yang karakternya belum siap dibentuk.)


Solusi Yang diambil

Dari fakta tersebut di atas dirasakan perlu adanya:

  1. Keterbukaan dalam berkomunikasi. Harus ada “open management” dalam bidang administrasi dan keuangan.

  2. Melalui pengajaran dan khotbah mengarahkan jemaat “hidup menjadi berkat”(kejadian 12:3)

  3. Melalui kegiatan-kegiatan persekutuan kesaksian, Pelayanan, pembinaan, mengarahkan Jemaat kepada terciptanya kader-kader seimbang dalam jemaat (efesus 4:6-11). Maksudnya adanya Majelis, badan, komisi-komisi yang kuat, berfungsi dengan baik saling membantu dan tidak saling menguasai dan mematikan.


Ada tiga (3) program sederhana yang ditetapkan di tahun 1969 untuk dilaksanakan di tahun 1970 sebagai langkah awal untuk mewujudkan ketiga sasaran di atas:

  1. Selain dari meningkatkan apa yang sedang berjalan, perlu member perhatianpada reorganisasi di beberapa bidang.

  2. Mengadakan pengkaderan (pembinaan) Majelis Jemaat.

  3. Mengadakan rapat Jemaat

Sejalan dengan rencana reorganisasi, masuk surat ke Majelis dari ketua dan Bendahara Pengurus Sekolah yang isinya meminta Majelis untuk:

  1. Mengadakan reorganisasi pengurus sekolah

  2. Memperhatikan secara serius urusan agraria tanah di Jl. Dr. cipto 19 Ambarawa

Sejalan dengan rencana reorganisasi, masuk surat ke majelis dari ketua dan bendahara pengurus sekolah yang isinya meminta majelis untuk:

  1. Mengadakan reorganisasi pengurus sekolah

  2. Memperhatikan secara serius urusan agrarian tanah di Jl. Dr.Cipto 19 Ambarawa

  3. Membantu pengurus sekolah mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh guru-guru sekolah

Menanggapi hal tersebut, majelis mengundang rapat bersama antara majelis jemaat, pengurus Yayasan GKI Ambarawa dan Pengurus Sekolah untuk membicarakan bersama-sama. Dari hasil rapat bersama yang dilakukan beberapa kali akhirnya disepakati:

  1. Member prioritas kepada reorganisasi pengurus Yayasan GKI Ambarawa karena harus segera menyelesaikan urusan agrarian tanah milik Gereja

  2. Kelak Pengurus Sekolah akan ditempatkan di bawah yayasan GKI Ambarawa

  3. Jadi reorganisasi Pengurus Sekolah ditangguhkan dulu untuk sementara

  4. Sedangkan bantuan mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh guru-guru sekolah dilakukan dengan baik antara lain membebaskan anak-anak guru sekolah dari pembayaran uang sekolah

III. Alat Perjuangan: Rapat Jemaat 1

Dalam rapat jemaat 1, 19 april 1970 yang dihadiri 80 orang anggota dewasa, membicarakan laporan tahunan 1969. Dalam rapat itu telah disahkan Anggaran dasar (Sementara) yayasan GKI Ambarawa dan Pelantikan Pengurus Yayasan GKI Ambarawa yang baru. Setelah di-akta notaries-kan Tan A Sioe, yayasan ini kemudian bernama “Yayasan Pelayanan dan Pendidikan Kristen”, disingkat LEMPEKRI pada tanggal 15 juni 1970 dengan susunan pengurus sebagai berikut:

Ketua : Wijono (Oei Kian Sing)

Wakil Ketua : Soedarman

Penulis : Kwee Tjao Kok, STh

Wakil Penulis : Joseph Bareweng

Bendahara : Sutanto Sudradjat (Tan Hong Hie)

Komisaris : Iswara Soegana (Ong Kian Ham)

Lukas Rahardjo (Lie Siauw Hie)

Dengan adanya yayasan baru ini, hak pemilikan tanah di Jl. Dr.Cipto 19, Jl. Sanggrahan 18 (tempat kediaman keluarga Thomas TS) dan Jl. Sanggrahan 8 (Sebagai mess guru-guru) dapat diselesaikan secara tuntas.

IV. HAMBATAN YANG DIHADAPI

Jadi tinggal masalah persekolahan yang perlu diselesaikan. Harapan Pengurus Sekolah untuk reorganisasi oleh Majelis Jemaat, mendapat perlawanan yang sengit dari salah satu pengusulnya sendiri ketika diminta pertanggung jawaban secara terbuka sebelum pengurus baru diangkat. Hal ini sungguh menyulitkan, karena ikut terlibatnya berbagai pihak; ada yang positif tapi kebanyakan negative baik dari dalam jemaat maupun dari luar jemaat.

Dalam hal ini penulis “kenyang” dengan sikap penolakan, perlawanan, ancaman, provokasi, dsb. Namun itu semua merupakan pembelajaran yang sangat indah dan mahal dari:

  1. Sikap keterbukaan/ open management versus sikap ketertutupan/close management

  2. Terciptanya kader seimbang versus kader tunggal yang menguasai semuanya dan segalanya

  3. Hidup menjadi berkat versus hidup mementingkan diri sendiri atau golongan sendiri.



Mengenal Karunia Pribadi


Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugrahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus (Ef. 4:7)

Pdt. Budimoeljono Reksosoesilo

(Masa Pelayanan 3 November 1999 s/d sekarang)


Gereja ada karena karunia Tuhan, yang sekaligus juga karena karunia-Nya Gereja bisa mengerjakan bagiannya. Karunia benar-benar menentukan sukses atau tidaknya gereja. Dengan kata lain, kalau Gereja mau bertumbuh, karunia mesti menjadi “energi” pelayanan anggotanya. Nah, persoalannya apakah masing-masing anggota telah mengenali apa karunianya. Sebab karunia bersifat individual, diberikan kepada masing-masing anggota. Demikian pula masalahnya dengan GKI Ambarawa setelah 40 tahun menjadi jemaat yang dewasa, apakah masing-masing orang, entah tua entah muda, entah wanita entah pria yang beribadah bersama di jalan dokter Cipto 20 telah mengenali masing-masing karunianya?

Setidaknya ada beberapa criteria yang bisa menjadi alat bantu ukur untuk mengenali karunia secara pribadi. Memang, ada banyak metode yang lebih spesifik dengan menunjuk jenis karunia sebagaimana disebutkan dalam Alkitab, yaitu dengan menghitung jumlah keunikan kepribadian dan kualitas spiritual individu. Namun pada kesempatan ini, criteria yang akan dipelajari diambil dari makna kata charisma yang ternyata menyimpan catatan penting untuk mengenali masing-masing karunia

Grace: senang dan Mempesona

Catatan pertama grace. Maksudnya bukan anugerah sebagaimana grace yang diterjemahkan dalam lagu Amazing Grace itu, tapi justru lantaran karunia Tuhan itu amazing maka ada reaksi yang perlu dipelajari untuk menandai kehadiran karunia Tuhan. Jadi grace bukan anugerah tetapi sifat yang muncul karena karunia atau anugerah Tuhan diterima. Dengan kata lain, untuk mengenali apakah pelayanan yang dilakukan sudah merupakan karunia Tuhan atau belum, adalah dengan melihat apakah si penerima maupun orang lain yang menerima pengaruh karunia itu mengalami apa yang namanya grace. Grace adalah sifat yang menerangkan apa yang dinamai karunia.



Good Will

Catatan kedua ialah Good Will. Dari masa kemasa yang satu ini sangat sulit ditemukan. Semakin rumit masalahnya, semakin sulit membagi hidup untuk orang lain. Materialism sangat banyak mempengaruhi. Lebih sering dijumpai will good when any goods keiinginan baik hanya ada ketika ada hal-hal yang baik. Jaman sekarang, bukan manusia, melaikan uang pun pandai bicara! Perlakuan berubah ketika uang ada disana. Ramah dan menyambut sangat terasa ketika tips menjadi makanannya. Kasus suap membuktikan kebenaran ini. Sehingga karunia berkata-kata dengan hikmat atau pengetahuan pun tidak lagi dapat dipertahankan.

Sebagaimana seharusnya. Karunia seperti ini sudah dapat dijual dengan sejumlah rupiah bagi yang mau menang sehingga ukuran kebenaran tidak lagi menurut hakikat kebenaran.

Karunia diberikan Tuhan untuk satu tujuan yang baik, make and give a good will. Dunia telah kehabisan kebaikan. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa kebaikan hanya sekedar pengetahuan. Padaha Tuhan menghendaki kebaikan yang amat ada pada semua ciptaannya. Mahalnya kebaikan ditunjukkan hingga puncaknya kisah penyaliban Kristus, karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal…, menyatakan karunia Tuhan yang bertujuan agar tidak ada seorang pun yang binasa. Tuhan Yesus menjadi karunia terbesar di sepanjang abas buka hanya souvenir abad 21.

Karunia merupakan Gods will yang menjadikan good will kembali beersemi dalam dunia. Loving-kindness adalah buah kebaikan yang dikehendaki Tuhan. Setiap pribadi yang menerima karunia semestinya akan muncul tipe kasih yang diwarnai keadilan yang dinamai belas kasihan atau loving-kindness. Kelicikan menjadi musuh orang yang berkarunia. Tidak akan tahan terhadap kejahatan. Tidak memalsukan sertifikat tanah atau membeli sertifikat palsu. Hidup glamor, sementara hutang tak kunjung dilunasi. Ironi menjadi warna kehidupan sehari-hari bukan cirri orang yang menerima karunia.

Ada satu kata lain yang intinya sama dengan simpati yang dipakai untuk menggambarkan kepekaan semacam loving-kindness ini yaituu kindhearted. Hal yang member tempat bai orang yang lemah. Sifat ini ilahi, Tuhan berbelas kasihan menyaksikan manusia yang hilang dan tersesat, lalu ia datang menjadi karunia terbesar tadi itu. Sehingga sudahkah hati kita juga tergerak untuk menghentikan cara hidup foya-foya dari harta warisan, seperti kasus anak yang hilang dan kembali pulang kepada bapa untuk meminta ampun. Atau merasa ada yang salah ketika menipu kastemer.

Catatan ketiga ialah thanks, karunia merupakan penghargaan Tuhan, untuk anak-anakNya. Penghargaan, berarti menaikkan harga. Pihak yang lebih berkuasa menentukan harga. Busuknya kita dihargai setingkat dengan Anaknya siapakah lebih berharga dari pada Allah? Kalau Tuhan saja menghargai akankah kita mengganggap tidak ada sesuatu yang bisa dihargai? Masihkah kita akan katakana saya tidak bisa apa-apa atau saya tidak punya apa-apa.

Karunia membuat kita berharga dimata Tuhan. Seorang yang bisa menghargai tidak akan mengganggap remeh penghargaan. Semakin menghargai, semakin mahal harganya. Seorang yang mengerti harga mutiara tidak akan membiarkannya jatuh di kandang babi, yang babi tidak mampu menghargai dirinya dengan ampas tahu. Itu berarti semestinya tidak sembarangan memakai karuniaNya. Tubuh yang Tuhan karuniakan dengan sehat tidak dibiarkannya terimbas alcohol, rokok, narkoba, juga makanan berkolesterol jahat, minuman berkadar gula berlebihan yang bisa menimbun banyak lemak atau gula darah.

Karunia Tuhan mesti dipakai, bukan untuk disimpan. Dipakai menjadi kebiasaan yang baik. Tapi kebiasaan yang baik bisa rusak dengan pergaulan yang buruk. Oleh sebab itu kepandaian dan kecerdasan yang dikaruniakan Tuhan kiranya bukan untuk membohongi orang yang tidak paham. Ada ahli mengakali awan. Tidak sedikitpun produsen mencampurkan bahan yang meracuni hanya sekedar untuk meringankan ongkos produksi. Kalau itu bakso, dengan boraks. Kalau itu obat dengan bahan sintetik kimiawi yang berefek jangka panjang merusak.





Tidak ada komentar: