PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
MENGGUNAKAN MODEL MIND MAPING (PETA KONSEP) DENGAN
PROBLEM SOLVING (PEMECAHAN MASALAH)
UNTUK KELAS VII SMP LENTERA AMBARAWA
PROPOSAL TESIS

DISUSUN OLEH:
A.SETYO NUGROHO
(942007015)
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2008
MENGGUNAKAN MODEL MIND MAPING (PETA KONSEP) DENGAN
PROBLEM SOLVING (PEMECAHAN MASALAH)
UNTUK KELAS VII SMP LENTERA AMBARAWA
PROPOSAL TESIS

DISUSUN OLEH:
A.SETYO NUGROHO
(942007015)
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ibarat makanan, satu jenis masakan yang dimasak oleh koki yang berbeda akan berakibat pada perbedaan rasa pada masakan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa nasi goreng yang dihidangkan oleh restoran tertentu dirasakan oleh pembeli lebih enak daripada nasi goreng yang berasal dari restoran lain. Oleh sebab itu ada satu atau dua restoran yang pelanggannya rela antri untuk bisa makan, sementara restoran lain yang menghidangkan menu yang sama tidak menarik banyak pengunjung. Hal ini terjadi karena minat atau selera dari pengunjung yang berbeda. Namun demikian, akan ada titik kesamaan jawaban jika pertanyaan tersebut ditanyakan kepada mereka, yaitu rasa masakannya yang lain. Berbicara tentang rasa dari suatu masakan, tidak akan lepas dari koki yang telah meramu dan mengolah bahan mentah menjadi masakan siap saji. Berbicara tentang koki yang menyiapkan masakan, berarti berbicara tentang cara dia mengolah dan memberi bumbu sehingga dapat menghasilkan rasa yang lezat. Demikian juga dengan pembelajaran. Satu materi pembelajaran jika diajarkan oleh dosen atau guru yang berbeda akan dirasakan oleh siswa dengan rasa yang berbeda pula. Jika siswa belajar ditanya mengapa guru atau dosen A banyak disenangi oleh banyak siswa dapat ditebak jawabannya akan berkisar bagaaimana cara mengajar guru atau dosen A yang menarik (Hisyam Zaini, dkk.2002:1). Cara mengajar dosen atau guru tidak lepas dari bagaimana proses pembelajaran dilingkungan dunia pendidikan.
Pembelajaran adalah proses, Cara, menjadikan makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik , tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan , bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain( Soetomo,1993: i20).
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan.
Ingatan merupakan suatu proses biologi, yaitu pemberian kode-kode terhadap informasi dan pemanggilan informasi kembali ketika informasi tersebut dibutuhkan. Pada dasarnya ingatan adalah sesuatu yang membentuk jati diri manusia dan membedakan manusia dari mahluk hidup lainnya. Ingatan memberikan titik-titik rujukan pada masa lalu dan perkiraan pada masa depan. Ingatan merupakan reaksi kimia elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran inderawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit dan unik di seluruh bagian otak. Ingatan dibentuk melalui berfikir, bergerak dan mengalami hidup (rangsangan inderawi). Semua pengalaman yang dirasakan akan disimpan dalam otak, kemudian akan diolah dan diurutkan oleh struktur dan proses otak mengenai nilai dan kegunaannya ( Eric Jensen. 2002:21 )
Informasi yang diperloleh siswa dalam bentuk materi pelajaran akan diolah dan disimpan menjadi sebuah ingatan. Ingatan jangka pendek yang diubah menjadi sebuah ingatan jangka panjang memerlukan keterlibaan kerja sistim limbic. Siswa menginginkan matri pelajaran yang diterima dalam proses belajar menjadi sebuah ingatan jangka panjang. Siswa melakukan berbagai hal untuk menyimpan ingatan tersebut menjadi ingatan jangka panjang, salah satunya dengan mencatat materi pelajaran yang telah dipelajari,
Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan.
Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran.
Otak tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih, merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami. Model pembelajaran dapat menggunakan mind mapping (peta konsep) maupun problem solving (pemecahan masalah).
Perbedaan dari model pembelajaran mind mapping (peta konsep) dan problem solving (pemecahan masalah) terletak pada tehnik pembelajaran bagi para siswa. Pemetaan konsep (mind mapping), yaitu cara yang paling mudah untuk memasuk informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfiki otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang bearsal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi tak (Tonny dan Bary Buzan, 2004: 68). Sedangkan problem solving adalah cara untuk memecahkan masalah dari persoalan yang ada. Dengan adanya pembelajaran mind mapping maupun problem solving dimungkinkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam bidang studi matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup memusingkan. Hal ini tidaklah mengherankan karena selama ini pembelajaran matematika masih bersifat konvensional dan monoton. Guru lebih aktif berceramah dibandingkan dengan siswa. Akibatnya, perasaan bosan belajar matematika sewaktu-waktu bisa muncul pada diri siswa. Untuk mengimbangi kebosanan tersebut maka sudah tidak ada cara lain bagi siswa dalam memahami konsep matematika melainkan dengan model mind mapping dengan problem solving.
Fakta seperti yang tersebut di atas tenyata dapat memunculkan persepsi siswa yang selalu mengidentikkan matematika dengan rumus. Rumus-rumus yang ada harus dihafal tanpa harus mengetahui tahapan penemuan dan manfaat rumus tersebut. Karena rumus hanya dihafal, maka banyak siswa mengalami kesulitan menerapkan dan memilih rumus tersebut dalam menyelesaikan soal. Terlebih lagi ketika siswa diminta menyelesaikan beberapa soal pengembangan yang model dan bentuknya tidak seperti contoh soal yang diberikan pada saat guru menerangkan materi tersebut. Akibatnya, prestasi belajar siswa dipastikan jauh dari yang diharapkan.
Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika di SMP Kristen Lentera yang hampir semua guru menggunakan pembelajaran ceramah. Dari hal diatas mendorong penulis untuk meningkatkan prestasi belajar dengan pendekatan mind mapping dan problem solving. Dari hal tersebut akan dibahas apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika menggunakan mind mapping dengan problem solving.
1.2 Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika menggunakan model mind mapping (peta konsep) dengan problem solving (pemecahan masalah).
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti signifikansi perbedaan prestasi belajar matematika menggunakan model mind mapping (peta konsep) dengan problem solving (pemecahan masalah).
1.4 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian, penulis melakukan pembatasan terhadap data sebagai berikut :
1. Banyaknya responden adalah Siswa kelas VII SMP Kristen Lentera Ambarawa.
2. Pembelajaran matematika menggunakan sub materi bangun dimensi dua: Segitiga
3. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 12.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa melalui model mind mapping (peta konsep) atau problem solving (pemecahan masalah).
2. Para guru dapat menerapkan pembelajaran mind mapping (peta konsep) atau problem solving (pemecahan masalah). Dalam proses belajar dan mengajar sehingga dapat meningkatkan kualitas dan prestasi belajar siswa dalam bidang matematika.
1.6 Langkah Penelitian
Langkah dari metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur tentang mind mapping (peta konsep) dan problem solving (pemecahan masalah)
2. Pembuatan Alat ukur dalam penelitian
3. Pembelajaran menggunakan model mind mapping (peta konsep) dan problem solving (pemecahan masalah) untuk siswa kelas VII SMP Kristen Lentera Ambarawa.
4. Pengamatan dan pengumpulan data
5. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas data
6. Pengolahan data
7. Analisis dan pembahasan
8. Kesimpulan
9. Pembuatan laporan
BAB II
KIBLAT TEORITIS
KIBLAT TEORITIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori mengenai pembelajaran, prestasi belajar, mind mapping, problem solving dan sub materi bidang matematika yaitu segitiga.
2.1. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses , cara, menjadikan makhluk hadup belajar . Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu , berubah tingkah laku atau tanggapa yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan uang bersifat fisik , tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan , bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain.( Soetomo,1993: i20)
Pasal I Undang- undang No. 20 tahun 2003 tantang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
2.2. Prestasi Belajar
2.2.1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (slameto, 2003). Dari pengertian tersebut diatas berarti belajar merupakan proses perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi di dalam diri individu banyak sekali sifat dan jenisnya bukan setiap perubahan dalam diri individu yang merupakan perubah dalam arti belajar.
Belajar adalah proses dimana tingkah laku yang ditimbulkan adalah diubah melalui praktek atau latihan (slameto, 1998). Dari dua definisi terakhir tersebut menunjukkan bahwa belajar itu merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperlukan melalui latihan maupun pengalaman. Jadi perubah tingkah laku yang tidak melalui proses atau tidak diperoleh melalui latihan maupun dari pengalaman bukanlah kegiatan belajar.
Menurut Winkel (1991) belajar merupakan aktivitas mental adalah psikis yang berlangsung dalam interaksi akatif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan setelah berinteraksi dengan lingkungan.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar dapat dikategorikan sebagai berikut (Slameto, 1988 : 3:4):
a. Perubahan terjadi secara sadar
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, namun menetap atau permanen
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan teramah
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
2.2.2. Prestasi Belajar
Didalam kamus besar bahasa indonesia (2002 :895) menyebutkan prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagaiknya). Menurut Ariyono Suyono (1985 :332) prestasi sama dengan achievment Yang mempunyai arti hasil suatu usaha prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam buat skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah mata pelajaran tertentu (nawawi,1981).
Secara umum prestasi belajar dapat diartikan sebagai pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran tertentu yang telah ditetapkan pada tiap semester yang meliputi sikap penguasaan materi sebagai tolak ukur keberhasilan siswa disekolah yang selanjutnya tertuang dalam raport yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang berkisar antara 0-100. dengan membandingkan hasil tes yang dapat dicapai siswa lain yang ikut belajar dalam kurun waktu yang sama maka dapat diperoleh gambaran kedudukan atas status prestasi tersebut dalam satu kelas.
Sadali dan soewadji (2003), mengatakan bahwa prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan prestasi akademik yang dalam bahasa inggris “academic performance”. Hasil belajar siswa adalah hasil dari usaha, kemampuan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan kegiatan dalam bidang pendidikan. Sedangkan Davis dalam Liufeto (2000) berpendapat prestasi belajar adalah kemampuan yang berupa knowledge, understanding dan skills siswa dalam satu kurun waktu tertentu yang memprediksikan performance dan kompetensi siswa pada akhir pembelajaran dalam kurun waktu tertentu yang meliputi kurun waktu semester atau satu tahun, berdasarkan tujuan tes prestasi belajar itu dilakukan.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Berbeda-bedanya kemampuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berbeda-bedanya prestasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal yang dimaksud adalah segala sesuatu yang bersumber dari dalam diri subjek yang belajar, seperti faktor psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, motivasi, perhatian , ingatan dan berfikir, dan faktor psikologis yang mencakup penglihatan, pendengaran, gizi, dan kesehatan. Fisiologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar anak.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah segala faktor yang bersumber dari luar diri subyek yang belajar, seperti instruksional yang meliputi kurikulum, bahan belajar, guru pengajar, metode penyajian, serta lingkungan belajar yang meliputi lingkungan alam, lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
c. Faktor Situasional
Faktor situasional menurut Winkel (1987), antara lain :
1. Keadaan musim adalah iklim sering menciptakan kondisi psikis atau kondisi fisik pada guru dan siswa yang kurang menguntungkan
2. keadaan waktu yang mencakup jumlah hari dan jumlah jam setiap hari dimana kegiatan belajar berlangsung.
3. keadaan politik ekonomis yang labil dan berubah-ubah membuat guru dan murid menjadi gelisah dan cemas
2.3. Mind Mapping (Peta Konsep)
Mind mapping merupakan temuan Tony Buzan. Buzan, yang oleh banyak kalangan disetarakan kehebatannya dengan Stephen Hawking (jika Hawking ahli mengeksplorasi ruang angkasa, Buzan ahli dalam mengeksplorasi otak), menemukan mind mapping pada 1970-an. Sejak 1975, bersama Micahel J. Gelb, Buzan mengem-bangkan mind mapping sebagai alat untuk melatih orang berpikir dengan lebih berdayaguna.
Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta Konsep merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena mind mapping memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaian satu sama lain. Sehngga akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan (Tonny dan Bary Buzan, 2004: 68).
Manfaat awal mind mapping adalah untuk mencatat. Mind mapping menggusur metode lama outlining yang kaku dan kadang mengganggu kebebasan memunculkan ide-ide baru. Mind mapping selain mampu membebaskan seseorang yang ingin merekam informasi, juga membantu orang tersebut untuk mengait-ngaitkan informasi dengan dirinya dan sekaligus menjadikan diri tersebut kreatif.
Ada banyak petunjuk dalam membuat pemetaan-pikiran. Gordon Dryden dan Jeannette Vos, dalam The Learning Revolution, memberikan cara-cara yang simpel, imajinatif, dan memberdayakan.
Tahap-tahap Mind Mapping:
1. Bayangkan sel-sel otak (neuron) Anda seperti pohon, masing-masing menyimpan informasi yang berhubungan pada cabang-cabangnya.
2. Susunlah kembali poin-poin kunci, dari topik mana pun yang ingin Anda keluarkan atau Anda serap, di atas selembar kertas putih sebagaimana bentuk pohon (neuron) yang bercabang-cabang.
3. Mulailah dengan gagasan inti, biasanya dengan satu simbol, di tengah halaman, lalu gambarlah cabang-cabangnya menyebar di sekelilingnya. Jika Anda memetapikirkan kota Jakarta, gunakan patung Monas. Jika Anda memetapikirkan kota Bandung, gunakan miniatur Gedung Sate.
4. Usahakan mencatat hanya satu kata atau simbol untuk setiap poin yang ingin Anda ingat atau tampakkan, satu tema utama untuk setiap cabang.
5. Letakkan poin-poin yang berhubungan pada cabang utama yang sama, masing-masing membentuk subcabang.
6. Gunakan pensil atau spidol berwarna untuk topik-topik yang berhubungan.
7. Lukislah sebanyak mungkin gambar atau simbol.
8. Ketika Anda melengkapi setiap cabang, lingkari dengan garis batas berwarna.
9. Kembangkan terus setiap peta secara teratur. Ada kemungkinan cabang yang membesar dan banyak dapat kita pisahkan untuk menjadi peta-pikiran yang baru, dan seterusnya.
Gambar 2.1. Peta konsep
Mind mapping dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada , sehingga menimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. dengan penggunaan warna dan simbol –simbol yang menari akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar
Siswa cenderung membuat catatan dalam bentuk linier dan panjang sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mencari pokok ataupun point-point materi pelajaran yang telah dipelajari. Dalam metode konvensional siswa tidak banyak terlibat baik dari segi berfikir dan bertindak. Siswa hanya menerima informasi yang telah diberikan oleh guru tanpa adanya keterlibatan kegiatan psikomotoriknya.
Sistem limbic pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa meginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka panjang sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki peranan penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas kademik). Belahan otak kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka panjang. Mind mapping merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind Mapping mewujudkan harapan siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah sistem limbic memproses informasi dan memasukkannya menjadi memori jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan mind mapping yaitu membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan sistim imbik yaitu peranaannya sebagai pengatur emosi seperti marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran yang terdapat dalam pembelajaran kuantum adalah salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang dapat dikembangkan. Dengan teknik mencatat pemetaan pikiran diduga kreatifitas(sikap kreatif) siswa akan meningkat.
2.4. Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving atau pemecahan masalah diperkenalkan oleh George Polya (1887 – 1985). Pemecahan masalah adalah proses dalam mengidentifikasi suatu perbedaan antara beberapa kenyataan dan beberapa kondisi dari pengambilan tindakan yang diinginkan untuk memecahkan perbedaan. Pada abad ke-20, para pendidik mengabdikan perhatian mereka untuk mencoba, menggambarkan dan member pengajaran tentang ketrampilan pemecahan masalah. Pada awal 1900, pemecahan masalah dipandang sebagai mekanis, sistematis, dan sering juga memisahkan suatu ketrampilan seperti yang digunakan untuk memecahkan tebakan atau persamaan matematika. Permasalahan ini sering mempunyai jawaban benar berdasarkan pada solusi dengan jawaban benar tunggal (alasan yang memusat).
Dibawah pengaruh teori belajar kognitif, pemecahan masalah bergeser untuk menghadirkan suatu aktivitas mental yang kompleks yang terdiri dari berbagai tindakan dan ketrampilan teori. Pemecahan masalah mencakup pembelajaran yang lebih tinggi, ketrampilan berfikir seperti, visualisasi, asosiasi, abstrak, definisi, manipulasi, pemikiran, analisa, sintesis, masing-masing generalisasi yang diperlukan untuk diatur dan dikoordinasi (Garofalo&Lester, 1985,p.169)
2.4.1. Masalah umum dalam model pemecahan masalah pada tahun 1960-an
Sepanjang tahun 1960 dan 1970 an, peneliti mengembangkan masalah umum yang memecahkan model yang menjelaskan proses pemecahan masalah (Newell & Simon, 1972:Polya,1957; Bransford&Stein, 1984). Asumsi dibuat dengan mempelajari abstrak dari ketrampilan pemecahan masalah, yang mana dapat memindahkan ketrampilan ini pada situasi manapun.
Contoh : pemecahan masalah model umum untuk model ideal Breansford’s
1. Identifikasi masalah
2. Gambarkan masalah melalui berfikir dan menyotir informasi yang relevan
3. Selidiki masalah dengan memperhatikan alternative, pengunkapan pendapat dan mengecek titik pandang yang berbeda.
4. Mematuhi strategi-strategi
5. Melihat kebelakang dan mengevaluasi aktivitasmu
2.4.2. Model Pemecahan Masalah
Penelitian kognitif yang telah dilakukan duapuluh tahun yang lalu telah mendorong suatu model pemecahan masalah yang berbeda. Dalam tahun 1983, pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses dimana pemecahan masalah harus ditemukan hubungan antara pengalaman masa lalu dan masalah yang ada dan kemudian bertindak didalam pemecahan masalah. Karakteristik dari pemecahan masalah:
1. Pemecahan masalah adalah teori dari behavior
2. Pemecahan masalah mengakibatkan perilaku yang memimpin kea rah suatu solusi
3. Pemecahan masalah adalah suatu proses yang melibatkan manipulasi (Funkhouser dan Dennis, 1992).
Suatu model yang sering digunakan yang menyangkut pemecahan masalah ditunjukkan dalam gambar 2.2.(Gick, 1986) sebagai berikut
Menghadirkan
Masalah
Permasalahan
Implement
Mencari
Solusi
Sukses
STOP
Gambar 2.2. Model proses pemecahan masalah
2.5. Sub Materi Pelajaran Matematika: Segitiga
Segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga garis lurus dan mempunyai tiga titik sudut (Cunayah, 2005).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah dalam menyelesaikan persoalan penelitian.
3.1. Tahap Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan prosedur pelaksanaan dengan penelitian experimental, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelediki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok (Suryabrata, 1998).
Dalam penelitian ini penulis, memperlakukan subjek penelitian yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping dan model problem solving. Berdasarkan perlakuan dengan kedua model pembelajaran ini kemudian kepada siswa diminta untuk menjawab soal-soal test guna memperoleh data primer.
Selanjutnya test hasil belajar atas materi pelajaran yang ditindakan untuk memperoleh data pencapaian prestasi belajar siswa. Perlakuan tindakan dengan model mind mapping dan model problem solving untuk kelas VIIA dan VIIB, dilakukan selama 6 kali pertemuan dengan topic pembelajaran adalah segitiga untuk mata pelajaran matematika.
3.2.Populasi , Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Kristen Lentera Ambarawa. Karena jumlah populasi tersebut tidak terlalu banyak, maka semua anggota populasi dijadikan sampel penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan populasi yaitu siswa kelas VIIA yang jumlahnya 22 siswa yang terdiri dari 9 putra dan 13 putri. Untuk kelas VIIB yang jumlahnya 22 siswa yang terdiri 10 putra dan 12 putri.
3.3. Jenis Data dan Alat Pengumpul Data
Data yang akan diperoleh dari penelitian ini berupa hasil observasi dalam pembelajaran, sikap siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model mind mapping dan problem solving terhadap hasil prestasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika tersebut yang berupa skor tes.
Adapun untuk memperoleh data sebagaimana yang dimaksud, peneliti menggunakan lembar pengamatan (observasi) di kelas selama proses pembelajaran matematika dengan model mind mapping dan problem solving, lembar angket dan soal tes.
3.3. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu berupa skor (nilai) dari hasil pengerjaan siswa pada tes kemampuan matematika siswa pokok bahasan Bangun dimensi dua yaitu segitiga yang terlibat dalam penelitian dan skor angket sikap siswa dalam pembelajaran Matematika yang dipadu pembelajaran dengan model mind mapping dan problem solving.
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistika dan uraian berbentuk naratif. Untuk analisis secara statistika, jenis statistika yang dipilih adalah statistik deskrptif dan digunakan uji –t , dengan mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat penggunaan uji-t tersebut.
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan SPSS 12, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Dalam penelitian ini, pengujian normal tidaknya distribusi data akan digunakan uji Shapiro Wilks dan Lilliefors (atau Kolmogorov Smirnov) (Santoso, 2003:152). Jika sampel yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal, maka langkah pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas (kesamaan varians). Jika sampel yang diperoleh bukan berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan statistik non parametrik.
2. Menguji Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis perbedaan kemampuan Matematika siswa, dengan menggunakan uji –t.
Hipotesis untuk kasus tersebut :
H0 : Tidak ada perbedaan antara kemampuan Matematika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
H1 : Ada perbedaan antara kemampuan Matematika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dasar pengambilan keputusan :
Jika nilai probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
Jika nilai probabilitas < 12t="x1-x2Sx1-x2'">
Rumus untuk mencari simpangan baku perbadaan rata-rata hitung adalah sebagai berikut:
12Sx1-x2=S12N1+S22N2'>
Dengan :
12Sx1-x2'> = Simpangan Baku perbedaan rata-rata hitung sampel ke-1 dan sampel ke-2
12S12'> = Varians pada sampel ke-1
12S22'> = Varians pada sampel ke-1
12N1'> = Jumlah Subjek kelompok sampel ke-1
12N2'> = Jumlah Subjek kelompok sampel ke-2
DAFTAR PUSTAKA
Buzan. Tony dan Barry. 2004. Memahami Peta Pikiran : The Mind Map Book. Interaksa: Batam.
Buzan. Tony. 2004. Mind Map: Untukmeningkatkan Kreativitas. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Brown, S.I & Walter, M.I. 1993. Problem posing: Reflection and applications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Blum, W. and Niss, M. (1989). Mathematical Problem Solving, Modelling, Applications, and Links to Other Subjects – State, Trends and Issues in Mathematics Instruction. In: W. Blum, M. Niss, and I. Huntley (Eds.), Modelling, Applications and Applied Problem Solving: teaching mathematics in a real contexts. Chichester: Ellis Horwoord.
Davis, I.K, 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Dryden. Gordon. 2003. Revolusi Cara Belajar: The Learning Revolution Bagian I. Kaifa: Bandung.
Garofalo, J., & Lester, F. (1985). Metacognition, cognitive monitoring, and mathematical performance. Journal for Research in Mathematics Education, 16 (3), 163-76.
Gick, M.L., & Holyoak, K.J. (1980). Analogical problem solving. Cognitive Psychology, 12. 306-355.
Gledler, M.E.B. 1986. Belajar dan membelajarkan. Terjemahan oleh Munandir. (1991). Jakarta: Rajawali.
Hamzah. 2003. Pembelajaran matematika menurut teori belajar konstruktivisme. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 9 (040), 61–75.
Hudoyo, H. 1998. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya-Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globaliasasi. Malang: Tidak Diterbitkan.
Hidayat. Nandang. Meningkatkan Energi Belajar Melalui Belajar kuantum (Quantum Learning): Bogor.
Jensen. Eric dan Karen Makowitz. 2002. Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super. Kaifa : Bandung.
Newell, A. and Simon, H. (1972). Human Problem Solving . Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Sugiarto. Iwan. 2004 Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir Holistik dan Kreatif. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Posing mathematical problems: An Exploratory study. Journal for Research in Mathematics Education. 27 (3), 293-309.
Porter. De Bobbi dan Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa : Bandung.
Porter. De Bobbi, dkk. 2000. Quantum Teaching. Kaifa: Bandung.
Polya, M. (1957). How to solve it. (2nd Ed.). New York: Doubleday. “Problem-Based Learning,” Southern Illinois University School of Medicine
Sadali, 2003. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran terhadap Aktifitas Guru dan Hasil Belajar dalam Mata pelajaran Pendidikan IPS di SD, penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Lemah Abang, Tanjung sari Kabupaten Brebes. http:// 202.159.1843/JP/21/Sadili:htm
Suparno, P. 1996. Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Sutawidjaja, A. 1998. Problem solving dalam pembelajaran matematika. Makalah disajikan dalam seminar nasional upaya-upaya meningkatkan peran pendidikan matematika dalam menghadapi era globalisasi. Malang: Tidak Diterbitkan.
Tarsito.Sihotang, K. 1997. Problem posing: Membentuk manusia seutuhnya. Surabaya: Gema Clipping Service.Silver, E.A., Downs, J.M., Leung, S.S. & Kenney, P.A. 1996.
http://www.maranatha.edu/News/2008/januari/PelatihanPengembanganDesainContentMediaDigita/tabid/2257/Default.aspx didown load tanggal 8 agustus 2008
http://www.itb.ac.id/news/pdf/1499 didown load tanggal 8 agustus 2008
http://www.mate-mati-kaku.com/matematikawan/polya.html didown load tanggal 8 agustus 2008
http://matematika.upi.edu/index.php/arsip/12 didown load tanggal 8 agustus 2008
http://pkab.files.wordpress.com/2008/04/setyadewi.pdf didown load tanggal 8 agustus 2008
1 komentar:
pak jonathan ijin mengunduh,kebetulan sahabat saya membutuhkan informasi mind mapping untuk thesis namun dilaksanakan di SD,hatur nuhun
Posting Komentar